عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : " بادروا بالأعمال سبعا هل تنتظرون إلا فقرا منسيا أو غنى مطغيا أو مرضا مفسدا أو هرما مفندا أو موتا مجهزا أو الدجال فشر غائب ينتظر أو الساعة فالساعة أدهى وأمر " رواه الترمذي وقال : حديث حسن
Dari abu hurairah ra bahwasanya Rasulullah saw bersabda: “segeralah beramal kebaikan sebelum kedatangan tujuh perkara. Apakah yang kamu nantikan selain kemiskinan yang akan melupakan kamu dari kewajiban, atau kekayaan yang kan menimbulkan rasa congkak yang melampaui batas, atau penyakit yang merusak, atau tua yang menimbulkan pikun dan habis tenaga. Atau mati yang menghabisi, atau Dajjal. Maka ia sejahat-jahatnya yang dinantikan. Atau hari kiamat, dan kiamat itu lebih berat dan lebih sukar” (HR. At-Tirmizdi).
Akhlak adalah sesuatu ”gerakan” di dalam jiwa seseorang, yang menjadi sumberutama perbuatannya yang bersifat alternatif_baik atau buruk; bagus atau jelek_ sesuai dengan pengaruh pendidikan yang diberikan kepada nya. Apabila jiwanya dididik untuk mengutamakan kemulian dan kebenaran, mencintai kebajikan, menyukai kebajikan, dilatih untuk mencintai kebaikan dan membenci kejelekan, maka dengan mudah akan lahir darinya perbuatan-perbuatan yang baik dan tidak sulit baginya untuk melakukan apa yang disebut akhlak baik.
Dengan mudah perbuatan-perbuatan baik tersebut akan diikuti dengan akhlak baik seperti malu, adil, murah hati, sabar, lemah lembut, bertanggung jawab, dermawan, berani, dan segala perbuatan yang mencerminkan kemulian akhlak dan kesempurnaan jiwa.
Sebaliknya, apabila jiwa itu ditelantarkan, tidak dididik dengan semestinya, sehingga ia mencintai keburukan dan membenci kebaikan, maka akan muncul darinya perkataan-perkataan atau perbuatan-perbuatan yang hina dan cacat, yang disebut sebagai akhlak buruk, seperti khianat, berdusta, rakus, tamak, kasar, keras, keji, kotor, dan sebagainya.
Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan kepada umatnya agar bersegera dalam berbuat kebajikan dan menekankan akhlak baik dan menyeru kaum muslim untuk senantiasa membinanya serta menanamkannya di dalam jiwa mereka. Hal itu dikarenakan islam mengukur iman seseorang berdasarkan keutamaan dirinya dan mengukur keislaman seorang hamba berdasarkan kebaikan akhlaknya.
Istilah mujahadah berasal dari kata jahada-yujahidu-mujahadah-jihad yang berarti mencurahkan segala kemampuan dalam konteks akhlaq, mujahadah adalah mencurahkan segala kemampuan untuk melepaskan diri dari segala hal yang menghambat pendekatan diri kepada Allah, baik hambatan yang bersifat dari dalam maupun dari luar.
Hambatan yang datang dari dalam jiwa kita adalah sesuatu yang mendorong kita untuk berbuat keburukan, hawa nafsu yang tidak terkendali, dan kecintaaan kepada dunia. Sedangkan hambatan dari luarnya adalah datang dari syaithan, orang-orang kafir, munafik, dan para pelaku kemaksiatan dan kemungkaran.
Untuk mengatasi dan melawan semua hambatan yang datang dari dalam maupun dari luar tersebut diperlukan kemauan keras dan perjuangan yang sunguh-sungguh. Perjuangan sungguh-sungguh itulah yang disebut mujahadah. Apabila seseorang bermujahadah untuk mencari keridhaan Allah SWT. Maka Allah berjanji menunjukan jalan kepadanya untuk mencapai tujuannya tersebut. Dalam hal ini Allah berfirman:
Artinya:”Dana orang-orang yang bermujahadah untuk (mencari kerdhaan) kami, benar-benar akan kami tunjukan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang berbuat baik” (QS. Al-Ankabut 29:69).
Bila kita membaca kembali sejarah para sahabat, maka akan kita temukan betapa para sahabat belomba lomba untuk menjadi orang yang pertama kali melakukan kebaikan daripada yang lainnya.
Semangat pengorbanan yang tinggi terlihat jelas dalam aktivitas ukhuwah para sahabat Rasulullah saw. Interaksi ukhuwah mereka jalankan tanpa kenal lelah. Antara satu dengan lannya saling mengutamakan dan selalu siap sedia berkurban untuk meringankan beban saudaranya. Semangat mereka adalah semangat untuk memberi dan membagi hal-hal yang dapat memmbahagiakan saudaranya itu sebagaimana dalam firman Allah SWT.
”Dan mereka mengutamakan saudaranya diatas diri mereka sendiri walaupun mereka dalam kesusahan (Q.S. Al-Hasyr:9)
Dalam ayat ini terkandung semangat solidaritas yang sangat tinggi nilainya sebagai karakter utama persaudaraan muslim. Dan semangat yang tinggi demikian itu sesungguhnya merupakan wujud yang paling jelas dari hakikat cinta (mencintai) dan kecintaan antara sahabat-sahabat rasul saw. yang sebenar-benarnya. Setiap diri sahabat dan sahabat Rasul lainnya, senantiasa berlomba lomba memperhatikan secara lahir dan bathin terhadap apa saja yang menjadi problema dan kebutuhan yang sekiranya dapat membahagiakan saudaranya. Semangat tinggi dalam bersaudara itu berlangsung dengan tanpa dipaksa-paksa sebagai realisasi dari penerimaan mereka yang tulus terhadap bimbingan Allah dan Rasul-Nya.
Semangat pengorbanan yang tinggi juga merupakan ekspresi nilai-nilai Ilahiyah yang mereka hayati dan yang mendorong mereka untuk mengekspresikan persaudaraan semata-mata keinginan mereka bersegera kepada ampunan dari Tuhannya dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang bertakwa.
Ekspresi persaudaraan itu sebagai penjabaran umum dari sifat ”al-itsar” adalah ditandai dalam praktek perbuatan kebajikan seperti kesedian menafkahkan hartanya di waktu lapang maupun sempit, kesanggupan menahan amarah dan tidak sulit untuk memaafkan kesalahan orang lain:
Firman Allah:
”Orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan kesalahan orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (Q.S. Ali Imran:134)
Dengan demikian semangat tinggi atau bersegera dalam berkorban atau berbuat kebajikan adalah karakter utama yang hendaknya menghiasi setiap warna kehidupan umat muslim.
Minggu, 28 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
bubuhkan komentar anda