Minggu, 28 Juni 2009

TAWAKAL

A. PENGERTIAN TAWAKAL
Secara bahasa tawakal berasal dari bentukan kata ”al-wakalah” yang artinya menyerahkan, menyandarkan, atau mempercayakan. Jika dikatakan “wakala amruhu ila fulaanin” artinya menyerahkan urusan kepada fulan dan percaya penuh kepadanya. Jadi, tawakal merupakan ungkapan lain dari penyandaran hati kepada yang diserahi, karena hati telah percaya sepenuhnya.
Secara syariat tawakal artinya sikap berserah diri sepenuhnya kepada ketentuan dan takdir Allah swt setelah melakukan ikhtiar atau usaha yang maksimal. Arti ini sejalan dengan makna yang terkandung dalam Al-Quran

وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya: ”Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”. (QS. Ali-Imran: 159)
Dan firman Allah yang lain:
قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ
Artinya: ”Katakanlah: "Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanyalah kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal." (QS. At-Taubah: 51)
Dari ayat-ayat diatas kita bisa melihat dengan jelas bahwa tawakal tidak sama dengan sikap diam dan tidak berusaha. Sikap berserah diri kepada ketetapan dan takdir Allah tanpa kita berikhtiar bukanlah sikap dari tawakal dan tidak sesuai dengan syariat yang diperintahkan. Para ulama sepakat bahwa tawakal tidak bisa dipisahkan dari pelaksanaan sebab yaitu ikhtiar.


B. HUBUNGAN ANTARA TAWAKAL DAN IKHTIAR
Di dalam perintah ” وَشَاوِرْهُمْ فِي الأمْرِ فَإِذَا عَزَمْتَ” (Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad,), tergambar adanya rencana, usaha dan ikhtiar yang sungguh-sungguh. Setalah itu baru ” فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ” (maka bertawakallah kepada Allah). Oleh karena itu tawakal yang sesungguhnya adalah ikut mengambil sebab dan tidak melalaikan pencipta dari sebab. Secara lahir, yaitu dengan anggota badan, orang tersebut berikhtiar bersama sebab, namun secara batin, yaitu keyakinan hati orang tersebut bersama Allah (beriman kepada takdir Allah). Jadi tawakal tidak bisa kita pisahkan dengan ikhtiar karena keduanya saling berkaitan satu dengan yang lainnya.

C. URGENSI TAWAKAL
Di dalam Al-Quran, kata tawakal dan seakar denganya disebut sebanyak 70 kali dan tersebar di dalam 30 surat. Di antaranya terdapat di dalam surat Ali-Imran, An-Nisa’, Hud, Al-Furqan, dan An-Naml. Dari kajian terhadap ayat-ayat Al-Quran dan Hadits yang membicarakan atau berkaitan dengan tawakal, ditemukan adanya 8 (delapan) macam yang dapat dikategoroikan sebagai buah dari keutamaan tawakal, diantaranya:
Pertama, tawakal membuahkan ”keimanan yang sempurna”. Artinya, iman seseorang menjadi sempurna denga adanya sifat tawakal ini. Bahkan Imam Muhammad bin Abdul Wahhab mengatakan bahwa tawakal adalah puncak tertinggi keimanan. Artinya tawakal menjadi tanda kesempurnaan iman seseorang. Firman Allah swt:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhan-lah mereka bertawakal”.(QS. Al-Anfal: 2)
أُولَئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُونَ حَقًّا لَهُمْ دَرَجَاتٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَمَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ
Artinya: ”Itulah orang-orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Mereka akan memperoleh beberapa derajat ketinggian di sisi Tuhannya dan ampunan serta rezeki (nikmat) yang mulia”. (QS. Al-Anfal: 4)
Kedua, tawakal membuahkan ”kecintaan, pemeliharaan, dan perlindungan Allah” Artinya, Allah sangat mencintai orang-orang yang tawakal kepada-Nya, karena itu Allah juga berjanji untuk memelihara, menolong, dan melindungan orang-orang yang bertawakal. Tawakal dapat membuahkan kecintaan Allah sebagimana firman-Nya:
فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Artinya: ”Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”. (QS. Ali-Imran: 159). Tawakal juga membuahkan pemeliharaan Allah sebagimana firman-Nya:
وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلا
Artinya: ”Dan bertawakkallah kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai Pemelihara”. (QS. Al-Ahzab:3). Tawakal juga membuahkan pertolongan dan perlindungan Allah sebagimana firman-Nya:
وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
Artinya: ” Dan mereka menjawab: Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung”. (QS. Ali Imran:173)
فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ وَكِيلا
Artinya: ”Maka berpalinglah kamu dari mereka dan tawakallah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi Pelindung”. (QS. An-Nisa:81).
Ketiga, tawakal menumbuhkan ”tumbuhnya keberanian dan kebanggaan iman serta lenyapnya perasaan takut terhadap musuh”. Firman-Nya:

قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ
Artinya: ”Katakanlah: "Cukuplah Allah bagiku". Kepada-Nya lah bertawakal orang-orang yang berserah diri”. (QS. Az-Zumar:38).
Keempat, tawakal menumbuhkan ”ketenangan, ketentraman, dan kebahagian hati”. Artinya, orang-orang yangtidak memiliki sifat tawakal, tidak diberikan Allah ketenangan dan ketentraman hati. Karena itu penyerahan diri dilakukan dengan sungguh-sungguh dan semata-mata karena Allah, sebagaimana firman-Nya:
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ
Artinya: ”Dia-lah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada)”. (QS. Al-Fath: 4).
Kelima, tawakal menumbuhkan ”kekuatan dan keperkasaan”. Artinya Allah menanamkan semangat keberanian, kekuatan, dan keperkasaan kepasda orang-orang mukmin yang bertawakal di dalam berjuang membela dan menegakkan agama Allah. Perjuangan di medan pada saat perang Badar adalah contoh nyata dalam sejarah membela agama Allah ini. Pada saat tiu tentara kafir lebih banyak daripada tentara Islam tapi karena semangat perjuangan serta kekuatan dan keperkasaan dalam diri mereka, tapi mereka dapat menguasai medan perang dan akhirnya menang. Maka Allah berfirman:
وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
Artinya: ”Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya”. (QS. Ali-Imran: 123)
Keenam, tawakal menumbuhkan ”ketidakberdayaan setan dalam menguasai orang-orang mukmin”. Allah berfirman:
إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ آمَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
Artinya: ”Sesungguhnya setan ini tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakal kepada Tuhannya”. (QS. An-Nahl:99).
Ketujuh, tawakal menumbuhkan ”turun tangan Allah dalam memberikan rezeki dan segala keperluan hidupnya”. Allah berfirman:
وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ
Artinya: ”Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya”.(QS. At-Thalaq: 3).
Kedelapan, tawakal menumbuhkan ”anugerah Allah paling besar, yaitu masuk surga tanpa hisab”. Menurut hadits Nabi saw tawakal yang dimaksud disini adalah tawakal yang sempurna, tidak pernah cacat seumur hidupnya. Peluang untuk masuk ke dalam tawakal ini pun dubuka oleh Allah melalui firman-Nya:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
Artinya: ”Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al-Ankabut: 69).

D. REFERENSI
Al-Jazairi, Abu Bakr Jabir. ”Pedoman Hidup Muslim”.Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 1964 M
Fathuddin, TM. Natsir. ”KULIAH AKHLAK” Kajian Sistematis Mengenai Akhlak Terhadap Allah Dan Rasulullah Saw. Bogor: Pesantren Baitusslam Divisi Penerbitan, 2008.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bubuhkan komentar anda