Rabu, 24 Juni 2009

Makan dari HASIL USAHA SENDIRI

Dari Abu Abdullah (Azzubair) Bin Al Awwaam, r.a. berkata : Rasulullah Saw berasabda: Demi sekiranya salah satu kamu membawa tali dan pergi ke bukit, untuk mencari kayu kemudian dipikul ke pasar untuk di jual, dan dapat dengan itu menutup air mukanya. Maka yang demikian itu lebih baik dari pada meminta-minta pada orang-orang, baik mereka memberi atau menolak padanya.

( HR Bukhori ).

Islam merupakan agama yang memerintahkan untuk aktif bekerja, melakukan usaha di muka bumi dan memakmurkannya. Islam lebih menyukai seseorang itu bekerja walaupun bagaimanapun kasar ataupun rendahnya pekerjaan itu dari pada orang yang menggantungkan hidupnya kepada orang lain dan meminta-minta kepada orang.

Bahkan islam menganjurkan untuk memakan makanan dari hasil usahasendiri dandikatakanhalitulebih baik daripada makanan hasilmeminta-minta. Memakanmakanan dari hasil usaha sendiri lebih baikdari pada makan makanan yang mahal atau bergizi sekalipun tetapi itu hasil dari meminta-minta. Rosulullah shollallahu alaihi wa sallam bersabda:

Tidaklah seseorang itu memakan makanan yang lebih baik dari pada memakan makanan dari usahanya tangannya. Sesungguhnya nabi Allah Dawudalaihsi salam memakan dari hasil usaha tangannya.

Dan perlu diketahui bahwasanya para nabi pun mereka bekerja dengan profesi yang bermacam-macam. Mereka tidak mengandalkan hidup kepada orang lain. Sungguh mereka adalah sebaik-baik contoh dalam segala hal. Dalam suatu riwayat, Ibnu Abbas berkata: Nabi Adam alaihis salam menjadi petani, nabi Nuh alaihis salam menjadi tukang kayu, nabi Idris alaihis salam menjadi penjahit, nabi Ibrohim alaihis salam dan nabi Luth alaihis salam menjadi petani, nabi Shalih alaihis salam menjadi pedagang, nabi Dawud alaihis salam menjadi pandai besi, nabi Musa alaihis salam, nabi Syuaib alaihis salam dan nabi Muhammad shollallohu alaihi wa sallam menjadi penggembala. Para sahabat Rosululloh pun juga berdagang di daratan maupun lautan, menggarap tanah dan lain sebagainya.

Begitulah islam, mengajak agar umat islam tidak berpangku tangan danmeminta-minta,akan tetapi menganjurkan untuk bekerja. Apalagi kepadaorang yang sudah mempunyai tanggungan nafkah seperti seorang suamiatau kepala keluarga maka dia wajib memberikan nafkah kepada istri dankeluarganya. Alloh shollallohu alaihi wa sallam berfirman:

Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengancara yangbaik. (QS. Al-Baqarah : 233).

Namun Alloh subhanahu wa taala juga memberitahukan bahwasanya pemberian nafkah itu sebatas kemampuannya, dan jangan berlebih-lebihan ataupun terlalu kikir. Allah subhanahu wa taala berfirman:

Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberikan nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan (sekedar) apa yang Allah berikan kepadanya…” (QS.Ath-Thalaq : 7).

Di antara bentuk memberi nafkah berupa keperluan hidup terutama sandang, pangan dan papan. Haditsnya dari Hakim bin Muawiyah Al-Qusyairi, dari ayahnya dia berkata: Aku bertanya, Wahai Rosululloh, apakah hak istri salah seorang diantara kami? Beliaumenjawab: Engkau memberinya makan jika kamu makan dan memberi pakaian jikakamuberpakaian.

Dan sungguh bedosalah orang yang membiarkan dan menelantarkan orang menjadi tanggungannya. Sebagaimana hadits dari Abdullah bin Umar dia berkata, telah bersabda Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam:

Cukuplah seseorang itu berdosa dengan menelantarkan orang yang wajib diberi makan. Diriwayakan An-Nasai, dan dalam lafazh riwayat ImamMuslim: Ia menahan memberi makan terhadap oarang yang iamiliki."

Kemudian bagaimanakah sikap seorang muslim dalam bekerja dan mencari nafkah. Apakah dia boleh menjadi orang yang sukses dan kaya? Berkata Syaik Abdul Adhim bin Badawi tidak mengapa (hidup) dengan kekayaan bagi orang yang bertakwa. Kemudian beliau berdalil dengan sebuah hadits dari Muadz bin Abdullah bin Khubaib dari bapaknya daripamannya, dia berkata: telah bersabda Rosululloh shollallohu alaihiwa sallam:

Tidak mengapa (hidup) dengan kekayaan bagi orang yang bertakwa ,kesehatan itu bagi orang yang bertakwa lebih baik (berharga)dari pada kekayaan, dan baiknya jiwa termasuk kebahagian.

Begitulah petunjuk Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam untuk umatnya, dimana beliau mengaitkan kekayaan dan ketakwaan. Karena memang realita yang ada di tengah-tengah kaum muslimin terdapat orang-orang kaya tetapi mereka tidak bisa menggunakan hartanya dengan benar sesuai dengan apa yang diajarkan islam. Mereka tidak menggunakan kekayaannya untuk kepentingan ketaatan kepada Alloh subhanahu wataala tetapi kebanyakan mereka justru digunakan untuk bermaksiat. Hal ini terjadi dikarenakan mereka tidak bertakwa. Justru yang kita lihat kebanyakan orang kaya malah menggunakan harta itu untuk bermaksiat, menumpuk harta dan berfoya-foya, rakus terhadap dunia dan lalai dengan akhirat.

Tetapi bagaimanakah dengan hasil binaan Rosululloh shollallohu alaihiwa sallam yaitu para sahabat rodhiyallohu anhum, mereka adalah orang-orang bertakwa lagi diridhai Alloh. Bacalah sejarah parasahabat rodhiyallohu anhum dan para salafus shalih pasti di antara mereka terdapat orang-orang kaya. Mereka bisa menggunakan hartanya untuk kemaslahatan dirinya dunia dan akhirat, keluarga dan kepentingan umat islam, tidaklah itu bisa mereka lakukan melainkan karena mereka adalah orang-orang yang bertakwa. Sehingga mereka bisa menggunakan hartanya di jalan Alloh dan mereka tidak tertipu dengan dunia. Pada pembahasan Petani-petani Teladan, akan disebutkan dua kisah orang yang bertakwa yang bisa memanfaatkan hartanya, yaitu kisah seorang sahabat Abu Thalhah rodhiyallohu anhudan thabiin Urwah bin Zubair rohimahulloh.

Jadi perlu diperhatikan sebelum berkecimpung di dalam sebuah profesi, mental yang harus dipersiapkan adalah ketakwaan, sehingga kita bisa memanfaatkan harta yang Alloh subhanahu wa taala amanahkan kepada kita dan tidak tertipu dengan harta dan dunia. Namun perlu diketahui ketakwaan hanya didapat oleh orang yang faham dengan agamanya. Sedangkan kefahaman terhadap agama didapatkan dengan mempelajari ilmu agama dan memahami agama dengan benar yaitu memahami agama menurut pemahaman para sahabat rodhiyallohu anhum

Kemudian Syaikh Abdul Adhim bin Badawi menegaskan: Anjuran untuk sederhana dalam mencari nafkah.Beliau berdalil dengan hadits dari Jabir bin Abdullah ra dia berkata telah bersabda Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam :

Wahai manusia! Bertakwalah kalian kepada Alloh dan perbaikilah dalam mencari (rizki), karena sesungguhnya seseorang tidak akan mati sampai selesai/habis rizkinya dan jika ditangguhkan darinya maka bertakwalah kalian kepada Alloh dan perbaikilah dalam mencari (rizki), ambillah apa yang halal dan tinggalkan apa yang haram

Begitulah islam mengajarkan bagi kita untuk seimbang dalam bekerja, kita disuruh berusaha dan juga bertawakkal, mencari yang halal dan meninggalkan yang haram. Tidak usah takut akan kelaparan, karena tidaklah seseorang itu akan mati sebelum habis rizkinya makanya kita disuruh berusaha kemudian bertawakkal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

bubuhkan komentar anda