A. Pengertian.
Secara bahasa kata ontologi dibagi menjadi dua yaitu ontos: seatu yang berwujud, dan logos: ilmu atu teori. Secara istilah adalah ontologi adalah ilmu teori tentang wujud hakikat yang ada.
Maka ontologi dalam Dakwah Islam adalah pemahaman atau pengkajian tenteng wujud hakikat dakwah Islam dari segi hakikat dakwah islam dalam mengkaji problem ontologism dakwah yang juga menjadi perhatian filsafat dakwah selain ilmu-ilmu lainnya.
B. Hakikat Dakwah
Merujuk pada makna yang terkandung dalam al Quran surat al Nahl (16:125), dakwah islam dapat dirumuskan sebagai kewajiban uslim mukallaf untuk mengajak, menyeru dan memanggil orang yang berakal menjalani jalan Tuhan (din al-Islami) dengan cara hikmah, mauidzoh hasanah (supermotivaaasi positif), dan mujadalah yang ahsan (cara yang metodologis) dengan respon positif atau negative dari orang yang berakal yang diajak, di sepanjang zaman dan disetiap ruang.
Hakiakt dakwah Islam tersebut adalah perilaku keislaman muslim yang melibatkan unsure dai, maudhu atau pesan, wasilah atau media, uslub atau metode, madh’u dan respon serta dimensi hal-maqom atau situasi dan kondisi. Hal ini sesuai dengan suarat Fushilat: 33 (41:43)
“siapakah yang lebih baik perkataannyadari dari boring yang menyeru kepada Allah dan beamal saleh dan berkata: sesungguhnya aku termasuk orang yang berserah diri”
Hakikat dkawah Islam ini menunjukkan bahwa terdapat tiga bentuk utama dalam proses menda’wahkan islam, yaitu :
1. melalui ahsanul qaul
2. ahsan ‘amal, dan
3. keterpaduan bentuk ahsan qaul dan ahsan ‘amal (contoh yang baik)
mengacu pada uraian yang telah dikemukakan di atas, maka lahir dua proposisi hakikat da’wah islam, yaitu
1. da’wah islam adalah proses internalisasi, transmisi, difusi, institusionalisasi dan transformasi dien al islam dalam totalitas kehidupan manusia mukallaf guna mencapai tujuan hidup dunia akhirat.
2. bahwa proses da’wah adalah da’wah islam dari segi konteksnya mengharusskan terjadinya ketumpang tindihan dalam focus dan pemokusannya.
Pada praktiknyja, da’wah ilallah selalu ditekankan, dan bahkan menjadi tugas pokok seorang muslim. Penegasan ini perlu dikemukakan untuk membedakannya dengan da’wah ilannar atau ajakan masuk neraka yang merupakan pekerjaan orang-orang musyrik (QS. 2: 221)
Dalam pandangan Rais da’wah yang berisikan ‘amar ma’ruf nahi munkar yang digerakkan orang-orang muslim (QS. 3 : 104), pada praktiknya memang berhadapan dengan da’wah ‘amar munkar nahi ma’ruf yang dialkukakn oleh orang-orang munafik.
C. Da’wah Menurut Perspektif Filsafat
Pada dasarnya, da’wah dapat dipandang sebagai realitas. Dan sebagai sebuah realitas da’wah dapat dikaji dan dije;askan melalui berbagai perspektif seperti perspektif sosiologi, antropologi, sejarah, politik, dan tentu saja filsafat.
Ketika da’wah didekati dari sudut filsafat (filsafat da’wah), maka muncul pertanyaan-pertanyaan mendasar yang harus dijawab misalnya apakah da’wah itu? Apakah tujuan da’wah itu? Apakah da’wah diperlukan bagi kehiduan manusia? Mengapa manusia memerlukan da’wah? Apaakibatnya kalau tidak ada da’wah?. Pertanyaan tersebut merupakan problem ontologis da’wah yang harus dijelaskan oleh filsafat da’wah.
Menurut Sukriyanto, filsafat dakwah adlah filsafat yang berkaitan dengan dakwah sebagai rellasi dan aktualisasi imani manusia dengan ajarn Islam, Allah dan alam.
Makla yang menjadi focus kajian filsafat dakwah adalah keseluruhan keseluruhan dari proses kominikasi, trasnformasi internalisasi dan difusi nilai-nilai Islam, perubahan keyakinan, sikap dan perilaku manusia dalam relasinya dengan Allah, sesame manusia dan alm lingkungannya.
Jadi filsafat dakwah adalah (masih menurut Sukriyanto) ilmu pengetahuan yang mempelajarisecara kritis dan mendalam tentang dakwah dan respons terhadap dakwah yang dilakukan oleh para dai sehingga orang yang didakwahi dapat menjadi manusia beriman serta bberakhlak mulia.
D. Wilayah Kajian Filsafat Dakwah
Secara singkat bahwa ruang lingkup kajian filasfat dakwah adalah sebagai berikut:
1. manusia sebagai perilaku dakwah dan manusia sebagai dan manusia sebagai penerima dakwah
2. islam sebagai penentu proses terjadinya dakwah
3. lingkungan alam tempatterjadinya proses dakwah
Secara luas dapat diketahui bahwa ruang lingkup kajian filsafat dakwaah itu mencakupi pemahaman yang sangat lias baik dari aktifitas keimanan, keislaman, keihsanan manusia dalam lingkungannya.
E. Kebutuhan Manusia Terhadap Dakwah
Manusia ketika di alam arwah telah melakukan syahadah yang dusebut perjanjian ketuhanan dan fitrah Allah (din al Islam).
Dengan demikian, manusia mamiliki banyak kebutuhan dalam dirinya seperti kebutuhan dakwah (kebutuhan spiritual) yang diperlukan untuk mengaktualkan syahadah ilaaalh kedalam kenyataan hidup manusia sebenarnya, seperti kebutuhan materialnya, baik itu makan minum , berpakaian ataupun seks. Ataupun kebutuhan immaterial, seperti kebutuhan rasa aman, bahagia, dihargai, dicintai dan lain-lain.
F. Dakwah: dari Fitri Kultural ke Fitri Natural
pada dasarnya, dakwah adalah upaya yang dilakukan oleh manusia yang yang berangkat dari kesadaran tauhidullah untuk membawa kembali ummat kepada tauhidullah. Manusia pada dasarnya fitri dan harus kembali kepada fitri, yang dikarenakan oleh kotoran-kotoran kekufuran, kesyirikan serta dosa dan perbuatan maksiat lainnya. Esensi tauhid, agaknya adalah menyadar kepada diri kita, bahwa Allah itu maha esa, tidak tertandingi, tidak bisa disamakan, tempat bergantung segala macam makhluk, serbasempurna, serbamaha, dan lain sebagainya..
Tauhidullah sesungguhnya mengisyaratkan adanya lima paket pengertian:
Pertama: tauhidullah, mengajarkan kita akan keyakinan atau beriman tentang adanya unity of Godhead (kesatuan ketuhanan)
Kedua: kesatuan ketuhanan ini pada konsekuensi logis berikutnya menimbulkan unity of creation (kesatuan pencipataan)
Ketiga: konsekuensi berikutnya, karena umat manusia merupakan makhluk Allah, maka tentu kita harus percaya akan adanya unity of mankind (kesatuan kemanusian)
Keempat: karena adanya kesatuan kemanusiaan, tentu ada unitu of guidance (kesatuan pedoman hidup bagi orang beriman)
Kelima: karena adanya unity of guidance, maka kita di alam fana ini akan bermuara pada akhir yang sama. Sehingga tujuan hidup umat manusia seharusnya sama secara konseptual dan teoritis, yaitu adanya unity of the purpose of life (satu kesatuan tujuan hidup)
G. Dakwah Yang Tercerahkan; Tiga Dimensi Dai
Seoarang dai yang akan bertugas menyebarkan nilai-nilai Tuhan, niscaya memiliki seperangkat metode untuk menyampaikan nilai-nilai Tuhan tadi. Untuk itu, diperlukan dai-dai yang kreatif dan tercerahkan.wacana utama bagi setiap kepemimpinan dakwah melingkupi tiga dimensi. Yaitu: kebersihan atau kejernihan hati, kecerdasan pikiran, dan keberanian mental. Yang semuanya itu harus dimiliki oleh para dai dalam mengemban risalah Ilahi.
Referensi
Kusnawan Aep, Ilmu Dakwah, Pustaka Bani Quraisy, Bandung, 2004, hal.,57
Bakhtiar amsal, Filsafat Agama, pt. Logos wacana ilmu, Ciputat, 1995, hal.169
Minggu, 28 Juni 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
bubuhkan komentar anda